Lingkungan
Mengapa Penambangan di Raja Ampat Dikatakan Melanggar Hukum dan Keputusan Mahkamah Agung?
Terjerat dalam jaringan pelanggaran hukum dan risiko lingkungan, operasi pertambangan di Raja Ampat menimbulkan pertanyaan mendesak tentang akuntabilitas dan keberlanjutan.

Saat kita meninjau kegiatan pertambangan yang berlangsung di Raja Ampat, menjadi jelas bahwa operasi ini tidak hanya melanggar Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang menempatkan prioritas pada pelestarian pulau-pulau kecil, tetapi juga menimbulkan risiko besar terhadap keanekaragaman hayati di kawasan tersebut. Undang-undang ini, khususnya Pasal 23 ayat (2), menekankan pentingnya perlindungan terhadap ekosistem yang rapuh ini, namun nyata bahwa praktik pertambangan di sini sangat bertentangan dengan regulasi tersebut.
Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-XXI/2023 semakin memperkuat posisi ini dengan secara tegas melarang kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil, menyatakan bahwa operasi di Pulau Gag adalah ilegal. PT GAG Nickel, perusahaan yang memegang hak pertambangan di wilayah ini, telah dituduh mengabaikan regulasi lingkungan maupun mandat pelestarian yang diatur dalam hukum nasional.
Kita harus bertanya pada diri sendiri: bagaimana kita bisa membiarkan pelanggaran yang jelas seperti ini terus berlanjut dengan dalih pembangunan ekonomi?
Selain itu, penilaian dampak lingkungan (Amdal) yang diperlukan untuk kegiatan pertambangan ini dipertanyakan. Mereka tampaknya tidak memadai, seringkali gagal memperhitungkan dampak ekologis besar dari kegiatan pertambangan terhadap keanekaragaman hayati Raja Ampat yang kaya.
Ketika kita teliti laporan-laporan tersebut, sangat mengkhawatirkan bahwa kegiatan pertambangan tidak hanya mengancam spesies tertentu, tetapi juga keseimbangan ekosistem secara keseluruhan di wilayah unik ini. Potensi kerusakan yang tidak dapat diperbaiki terhadap terumbu karang dan kehidupan laut menjadi risiko yang tidak bisa kita abaikan.
Sementara pemerintah memiliki kewenangan untuk mencabut izin pertambangan yang melanggar undang-undang lingkungan, kita telah menyaksikan bukti-bukti yang mengganggu mengenai korupsi dalam proses pemberian izin tersebut. Hal ini merusak integritas regulasi pertambangan kita dan menimbulkan kekhawatiran serius tentang motif di balik pemberian izin tersebut.
Sangat penting bagi kita, sebagai penjaga lingkungan, untuk menuntut mereka yang mengutamakan keuntungan daripada pelestarian agar bertanggung jawab.
Operasi pertambangan yang berlangsung di Raja Ampat tidak hanya melanggar kerangka hukum, tetapi juga mengancam masa depan warisan alam kita. Implikasi dari tindakan ini melampaui dampak lingkungan langsung; mereka mengancam dasar pembangunan berkelanjutan yang kita cita-citakan sebagai masyarakat.