Sosial
Kehilangan yang Menyayat Hati: Keluarga Basri Korban Penembakan
Tragisnya kehilangan Basri, pekerja migran Indonesia, menggugah pertanyaan besar tentang keadilan dan perlindungan hak-hak pekerja. Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Kami turut berduka cita atas kehilangan Basri yang sangat menyayat hati, seorang pekerja migran Indonesia berusia 54 tahun yang tragis ditembak oleh otoritas Maritim Malaysia. Kematian beliau menyoroti bahaya yang dihadapi oleh pekerja migran di luar negeri dan isolasi pahit yang banyak mereka alami. Saat keluarga Basri menghadapi kesedihan mereka, komunitas berkumpul mendukung mereka. Tragedi ini mendesak kita untuk mengakui kebutuhan mendesak akan keadilan dan perubahan sistemik untuk melindungi hak-hak migran. Masih banyak yang perlu diungkap tentang masalah mendesak ini.
Saat kita merenungkan kehilangan tragis dari keluarga Basri, kita tidak bisa tidak merasakan kesedihan mendalam yang menyelimuti komunitas mereka ketika Basri yang berusia 54 tahun, seorang pekerja migran Indonesia, ditembak mati oleh otoritas Maritim Malaysia pada 24 Januari 2025. Kematian mendadaknya memunculkan pertanyaan mendesak tentang keselamatan pekerja migran dan perlakuan yang mereka terima di negeri orang. Basri telah kembali ke Indonesia setelah bekerja di Malaysia, sebuah perjalanan yang penuh ketidakpastian dan risiko yang dihadapi banyak pekerja migran.
Repatriasi jenazahnya yang cepat ke Bandara Pekanbaru pada 29 Januari, hanya lima hari setelah insiden tersebut, adalah sesuatu yang mengejutkan dan menyayat hati. Hal ini memicu luapan duka dari keluarganya dan komunitas yang lebih luas. Kita hanya bisa membayangkan penderitaan yang dirasakan oleh orang-orang terkasihnya, yang telah kehilangan kontak dengannya selama beberapa bulan sebelum peristiwa tragis ini. Ini adalah pengingat yang menyakitkan tentang isolasi yang sering dihadapi banyak pekerja migran, seringkali terputus dari keluarga dan sistem dukungan di saat dibutuhkan.
Pemakaman Basri dilaksanakan pada malam hari ketika tubuhnya tiba, dihadiri oleh keluarga, kerabat, dan anggota komunitas yang berkumpul untuk memberikan penghormatan terakhir. Bersama-sama, kita menyaksikan duka kolektif yang meresap ke udara. Ini bukan hanya perpisahan untuk Basri, tetapi juga saat untuk mengakui perjuangan yang dihadapi oleh banyak orang lain seperti dia yang mempertaruhkan hidup mereka demi peluang yang lebih baik.
Insiden ini telah memicu seruan untuk keadilan dan pertanggungjawaban, menyoroti kebutuhan mendesak agar hak-hak migran dilindungi dan dihormati. Kita merasa terdorong untuk mendukung keluarga Basri di saat mereka membutuhkan dan untuk mendukung sistem dukungan duka yang mengatasi tantangan unik yang dihadapi oleh keluarga pekerja migran.
Kehilangan mereka adalah pengingat yang tegas tentang ketidakpastian pekerja migran dan kebutuhan akan perubahan sistemik untuk memastikan keselamatan dan martabat bagi semua pekerja, terlepas dari kebangsaan mereka. Saat kita berdiri bersolidaritas dengan keluarga Basri, kita juga harus menyuarakan kekhawatiran kita tentang perlakuan terhadap pekerja migran di mana saja.
Sangat penting untuk memfasilitasi dialog seputar hak-hak migran, mendukung kebijakan yang mencegah tragedi seperti ini terjadi lagi. Mari kita bersatu untuk mengenang Basri dengan mendorong masa depan di mana setiap pekerja diperlakukan dengan hormat dan kemanusiaan, di mana keluarga tidak harus mengalami kehilangan yang begitu menyayat hati.